PENDAHULUAN
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pendidikan dan aspek aspek yang harus dilihat sebagai indikator keberhasilan
pendidikan nasional, di antaranya aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Namun, selama ini sistem pendidikan nasional masih berorientasi
pada pengembangan intelligence quotient (IQ). Dalam implementasinya
kurikulum pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan masih berorientasi pada
perolehan nilai hasil ujian. Tidak mengherankan jika hanya ujian nasional (UN)
yang sering dijadikan acuan dalam keberhasilan belajar siswa.
Dalam konsep pembelajaran Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), pencapaian aspek-aspek perkembangan yang sesuai dengan
tahapan usianya merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam proses
pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Ada 6 (enam) aspek perkembangan
yang harus dipahami oleh pendidik dalam proses pembelajaran anak usia dini,
yaitu: aspek bahasa, aspek kognisi, aspek fisik, aspek sosial emosional, aspek
seni, serta aspek moral dan nilai-nilai agama (Direktorat PAUD, 2005).
Selain itu, optimalnya stimulasi
multiple intelligences (kecerdasan jamak) yang diterima oleh anak usia dini
selama mengikuti proses pembelajaran juga merupakan salah satu indikator
keberhasilan proses pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh Gardner
(1993), ada 8 (delapan) kecerdasan jamak yang dimiliki oleh setiap anak, yaitu
kecerdasan: bahasa, logik matematik, visual, musikal, kinestetik, natural,
interpersonal, dan intrapersonal. Dalam pencapaian aspek-aspek perkembangan dan
optimalnya stimulasi kecerdasan jamak tersebut, tenaga pendidik memegang
peranan penting di dalamnya.
Tenaga pendidik sebagai bagian dari
komponen pelaksana proses pembelajaran dituntut untuk mempunyai
kemampuan/kompetensi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan mensyaratkan
adanya kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi sosial, yang harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik di
setiap jenjang pendidikan, sehingga dapat menjamin terselenggaranya proses
pembelajaran secara optimal (Direktorat PTK-PNF, 2005).
Selain dituntut untuk memiliki
kompetensi-kompetensi tersebut, tenaga pendidik PAUD juga harus memiliki
kompetensi yang tidak hanya bersifat teknis akademis semata. Sebab proses
pembelajaran anak usia dini sangat berbeda suasana dan karakteristiknya
dibandingkan dengan proses pembelajaran di jenjang pendidikan selanjutnya
(mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi). Penguasaan materi
dan metode pembelajaran saja tidak cukup bagi tenaga pendidik dalam
melaksanakan proses pembelajaran anak usia dini.
Penguasaan kemampuan yang bersifat
teknis akademis (hard skills) akan semakin lengkap apabila tenaga
pendidik PAUD juga memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal (soft
skills). Dengan menguasai soft skill dari tenaga pendidik, maka proses
pembelajaran akan berlangsung sebab tahapan pembelajaran pada anak usia
dini adalah dari sesuatu yang konkrit mengarah kepada yang abstrak. Anak usia
dibawah 8 tahun termasuk dalam tahap pra operasional, sehingga anak belum mampu
untuk memisahkan antara fantasi dan realitas (William Sears, 2005). Dengan kata
lain, tenaga pendidik harus memiliki dan mampu menerapkan soft skill dalam
proses pembelajaran pada anak usia dini.
KONSEP SOFT SKILL
Konsep tentang soft skill sebenarnya
merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah
kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan
sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan
pada kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Kedua kemampuan tersebut dapat
dimiliki oleh seseorang melalui proses pembelajaran maupun proses pembiaasan
dalam kehidupan sehari-hari.
Secara garis besar, kemampuan intrapersonal
mencakup aspek kesadaran diri (self awareness), yang didalamnya meliputi:
kepercayaan diri, kemampuan untuk melakukan penilaian dirinya, pembawaan, serta
kemampuan mengendalikan emosional. Selain itu, kemampuan intrapersonal juga
mencakup aspek kemampuan diri (self skill), yang didalamnya meliputi: upaya
peningkatan diri, kontrol diri, dapat dipercaya, dapat mengelola waktu dan
kekuatan, proaktif, dan konsisten.
Sedangkan kemampuan interpersonal
mencakup aspek kesadaran sosial (social awareness), yang meliputi kemampuan
kesadaran politik, pengembangan aspek-aspek yang lain, berorientasi untuk
melayani, dan empati. Selain itu juga aspek kemampuan sosial (social skill),
yang meliputi kemampuan memimpin, mempunyai pengaruh, dapat berkomunikasi, mampu
mengelola konflik, kooperatif dengan siapapun, dapat bekerja sama dengan tim,
dan bersinergi (R. Poppy Yaniawati. 2009).
Disamping itu, soft skill juga bisa
diterjemahkan ke dalam kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat
mengembangan perasaan positif (positive feeling), selalu dan bisa untuk
berfikir positif (positive thinking), dan mempunyai kebiasaan positif (positive
habits) yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun untuk orang lain (Sultoni, 2008).
Bagi tenaga pendidik PAUD, sejatinya
unsur-unsur soft skill sudah dimiliki dan diterapkan dalam proses pembelajaran
yang selama ini berlangsung diberbagai jenis PAUD, baik di jalur PAUD non
formal (melalui kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD
sejenis) maupun PAUD formal (taman kanak-kanak dan raudhatul atfal). Semboyan
aktif, inovatif, dan kreatif merupakan semangat soft skill yang dimiliki tenaga
pendidik untuk mencapai anak usia dini yang sehat, cerdas, dan ceria.
PENERAPAN SOFT SKILL PADA PAUD
Tenaga pendidik menjadi faktor
terpenting dalam proses pelaksanaan pembelajaran anak usia dini. Tenaga
pendidik dapat berperan sebagai orang dewasa yang mengarahkan, membimbing, dan
menunjukkan kegiatan yang dilakukan oleh anak. Dengan kemampuan dan pengalaman
yang dimiliki, tenaga pendidik dapat memberikan stimulasi terhadap aspek-aspek
perkembangan melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Penelitian dan teori yang mendukung
pengalaman bermain sebagai sebuah dasar untuk pembelajaran anak usia dini yang
bermutu. Tidak semua anak mendapatkan manfaat secara penuh tanpa adanya
perencanaan pembelajaran, penataan lingkungan, dan pijakan dari orang dewasa
untuk memberikan contoh pada anak. Pengalaman bermain anak seharusnya direncanakan
dengan hati-hati dan diberi pijakan untuk memenuhi kebutuhan setiap anak.
Karena itu, tenaga pendidik dapat
menerapkan empat langkah pijakan/tahapan berikut ini untuk mencapai kualitas
pengalaman bermain bagi anak, yaitu: 1) Pijakan penataan lingkungan bermain; 2)
Pijakan pengalaman sebelum bermain; 3) Pijakan pengalaman bermain setiap anak;
dan, 4) Pijakan pengalaman setelah bermain. Melalui pembelajaran di
setiap pijakan/tahapan tersebut, kemampuan tenaga pendidik untuk
menerapkan soft skill dapat diupayakan.
Dunia anak adalah dunia bermain, karena
itu dalam setiap aktivitas bermain, anak seharusnya mampu melakukan percobaan
dan penelitian sendiri. Tenaga pendidik (guru), bisa menuntun dan mengarahkan
anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan pembelajaran yang tepat, tetapi yang
terpenting agar anak dapat memahami kegiatan yang dilakukan. Anak harus
membangun pengertian dan harus menemukannya sendiri (Piaget, 1972).
Anak-anak belajar melalui permainan
mereka. Pengalaman bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain,
dan perhatian orang dewasa menolong anak-anak berkembang secara fisik, emosi,
kognisi, dan sosial. Perhatian orang dewasa, termasuk di dalamnya adalah tenaga
pendidik dengan mengupayakan adanya tiga jenis main bagi anak, yaitu: bermain
sensori motor, bermainpengembangan, dan bermain peran.
Ketiga jenis permainan tersebut dapat
diupayakan oleh tenaga pendidikan dengan penerapan soft skill dalam setiap
proses pembelajaran yang dapat dilakukan melalui 4 (empat) tahapan pembelajaran/bermain,
yaitu:
1. Tahapan Penataan Lingkungan
Pada tahapan ini yang berperan
sepenuhnya adalah tenaga pendidik. Segala perlengkapan dan fasilitas yang
dibutuhkan untuk melaksanakan proses pembelajaran harus disiapkan dan ditata
sedemikian rupa. Penerapan soft skill oleh tenaga pendidik pada tahapan
penataan lingkungan dapat dilihat pada:
·
Kemampuan tenaga pendidik untuk menyusun
perencanaan pembelajaran, baik yang dibutuhkan untuk pembelajaran harian,
mingguan, maupun perencanaan untuk satu kali perputaran sentra pembelajaran.
·
Kemampuan untuk menyiapkan alat
permainan edukatif (APE) sebagai sarana dan media pembelajaran.
·
Kemampuan untuk menata sarana dan media
pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran.
·
Kemampuan untuk menata ruangan pembelajaran
yang dapat menarik perhatian dan semangat pembelajaran.
·
Kemampuan untuk menyiapkan dan menata
prasarana yang mendukung kebiasaan positif dan tanggung jawab, seperti: rak
sepatu/sandal, loker tas dan bekal, toilet training dan lain-lain.
2. Tahapan Pengalaman Sebelum Bermain
Pada tahapan pengalaman sebelum main,
penerapan soft skill oleh tenaga pendidik dapat ditunjukkan dengan melaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
·
Memberikan salam dan berjabat tangan
ketika menyambut kedatangan anak di tempat pembelajaran;
·
Menanyakan kabar/kondisi anak dan
memberikan semangat dengan mengucapkan sebagai anak sehat, anak cerdas/pintar,
anak yang sholeh/sholihah, dan lain-lain;
·
Membantu meletakkan sepatu/sandal dan
bekal yang dibawa oleh anak pada tempat yang telah disediakan;
·
Mengajak anak untuk berdoa bersama-sama
sebelum memulai proses pembelajaran/ kegiatan bermain;
·
Memulai bermain dengan kegiatan
bernyanyi, senam, dan gerakan-gerakan sederhana untuk memunculkan semangat anak
mengikuti proses pembelajaran;
·
Memberikan kesempatan kepada setiap anak
untuk mengikuti dan melakukan gerakan yang dicontohkan oleh pendidik;
·
Memberikan pujian dan semangat kepada
anak-anak atas partisipasi mengikuti kegiatan sebelum bermain;
·
Memberikan penjelasan urutan kegiatan
bermain selanjutnya yang akan dilaksanakan oleh masing-masing anak di setiap
sentra pembelajaran;
·
Bersama-sama dengan anak didik memasuki
sentra-sentra pembelajaran dengan suasana ramah dan ceria.
3.Tahapan Pengalaman Saat Bermain
Pengalaman saat bermain menjadi waktu
terpenting untuk melaksanakan proses pembelajaran. Tenaga pendidik dapat
menerapkan soft skill untuk pembelajaran dengan hal-hal sebagai berikut:
·
Mengajar anak untuk berdoa sebelum
memulai kegiatan permainan/pembelajaran di setiap sentra;
·
Memulai pembelajaran/bermain di
masing-masing sentra dengan menggunakan kata-kata positif (menghindari
penggunaan kata-kata jangan, dilarang, tidak boleh, dll);
·
Memberikan contoh pada anak bagaimana
cara menggunakan alat permainan yang ada sesuai dengan perencanaan
pembelajaran;
·
Memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada anak untuk mengeksplorasi alat permainan yang tersedia di sentra
pembelajaran;
·
Memberikan waktu yang cukup pada anak
untuk mengelola dan memperluas pengalaman bermain di sentra-sentra pembelajaran;
·
Mengamati dan mencatat seluruh aktivitas
yang dilakukan oleh anak di sentra pembelajaran;
·
Memberikan pertanyaan-pertanyaan pada
setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak yang memungkinkan anak menjawab dengan
jawaban terbuka;
·
Memberikan bimbingan dan arahan
pembelajaran yang sesuai untuk memperkuat dan memperluas kemampuan bahasa anak
maupun kemampuan yang lain;
·
Meningkatkan kesempatan kepada anak
untuk bersosialisasi melalui dukungan pada hubungan teman sebaya;
·
Mengajarkan kepada anak untuk saling berbagi
alat permainan yang tersedia dengan teman-temannya di sentra pembelajaran;
·
Memberikan inspirasi pada anak-anak
untuk melakukan kegiatan bermain dengan menggunakan alat permainan yang ada;
·
Menggunakan bahasa yang menyenangkan
ketika berbicara dan senyum yang mengembang ketika menyapa dengan anak-anak;
·
Memberikan penilaian yang tidak
menyebabkan berhentinya potensi anak dengan menghindari penggunaan kalimat yang
menyalahkan;
4.Tahapan Pengalaman Setelah Bermain
Pada tahapan pengalaman setelah main,
penerapan soft skill oleh tenaga a
·
Menggunakan waktu membereskan sebagai
pengalaman belajar positif melalui pengelompokan, urutan, dan penataan
lingkungan main secara tepat;
·
Mengajak anak-anak untuk berdoa
mengakhiri kegiatan bermain dan berjabat tangan sebelum anak meninggalkan
sentra pembelajaran.
Selama ini, hampir semua tenaga pendidik
telah menerapkan soft skill dalam pembelajaran anak usia dini. Hal ini bisa
dilihat pada semangat yang menjadi landasan untuk melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran, yaitu: aktif, inovatif, dan kreatif. Implementasi semangat tenaga
pendidik dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada:
1) aktif untuk selalu memberikan dan
membantu pembelajaran anak usia dini;
2) menyiapkan materi
pembelajaran/bermain yang beragam sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan anak; dan,
3) memanfaatkan berbagai sumber daya
pendidikan yang dapat memperlancar proses pembelajaran.
Dari sisi kepribadian, penerapan soft
skill oleh tenaga pendidik dalam proses pembelajaran anak usia dini dapat
dilihat pada:
1) selalu datang di sekolah sebelum
proses pembelajaran dilaksanakan untuk mempersiapkan sarana dan prasarana
pembelajaran yang dibutuhkan;
2) ramah terhadap anak dan orang tua;
dan,
3) mengembangkan potensi dan kepercayaan
diri.
PENUTUP
Tenaga pendidik PAUD tidak hanya
dituntut untuk memiliki kompetensi yang bersifat akademis saja, sebab
membelajarkan anak usia dini tidak semata-mata menyampaikan informasi tetapi
juga menanamkan dasar-dasar pembiasaan positif dan rasa tanggung jawab.
Penguasaan soft skill oleh tenaga pendidik dapat memberikan landasan untuk
mencapai indikator perkembangan anak usia dini. Penguasaan soft skill yang
ditandai dengan kemampuan intrapersonal dan interpersonal tenaga pendidik, akan
sangat mendukung proses pembelajaran anak usia dini yang dilaksanakan melalui
tahapan penataan lingkungan, kegiatan sebelum anak bermain, stimulasi
pembelajaran pada saat anak bermain, dan penguatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan dan dicapai oleh anak.
Stimulasi dan penguatan pembelajaran
dapat dilaksanakan secara optimal jika memungkinkan anak untuk bisa bermain
sensori motorik, bermain pembangunan, dan bermain peran. Ketiga jenis main
tersebut dapat terlaksana secara bermakna bagi anak melalui dukungan tenaga
pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran. Dukungan tenaga pendidik
tersebut didasari semangat aktif, inovatif, dan kreatif yang dimilikinya untuk
memberikan asah, asih, dan asuh pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.
(2002). Menu Acuan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Ditjen PLS
Depdiknas, Jakarta.
Direktorat PTK-PNF.( 2005). Standar
Kompetensi Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini. Ditjen PMPTK Depdiknas, Jakarta.
Gardner, H. (1993). Multiple
Intelligence: The Theory in Practice. New York: Basic Books
Piaget, J. (1972). The Child and
Reality, Problems of Genetic Psychology.
New York: Penguin Books.
Sears, William M.D. (2005). The
Successful Child (edisi terjemahan). Jakarta: PT. Kresna Prima Persada.
Sultoni. (2008). Soft Skill Building
Training. School of Business (SOB), Malang .
Yaniawati R. Poppy. (2009). “Soft Skill
Dalam Dunia Pendidikan.” Pikiran Rakyat. Bandung, 06 Agustus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar